PANTAI paling utara di Pulau Bangka ini punya arsitektur yang rupawan karena banyak batu granit berukuran besar. Pengunjung tinggal memilih, batu mana yang menawarkan pemandangan terbaik.
Menunggu bertemu dengan Pantai Penyusuk, rasanya mungkin mirip dengan perasaan seorang mempelai pria yang menunggu mempelai wanitanya muncul diprosesi ijab kabul.
Tak sabar, deg-degan, dan penuh harap. Pasalnya, perjalanan menuju pantai yang letaknya 77 km dari Kota Sungailiat, kota yang jadi pusat pemerintahan Kabupaten Bangka, sungguh "penuh liku". Calon pengunjung harus melewati berkilo-kilo meter jalan kecil yang lebarnya tak lebih dari 5 meter, dengan alang-alang yang hidup di kanan kirinya.
Berada di rute ini, penantian seolah tak pernah berakhir karena jalan ini seakan tak memiliki ujung. Namun, ketika di sebelah kanan jalan terlihat perkebunan cengkeh, mulailah terlihat paparan panjang Pantai Penyusuk yang dinanti-nanti.
Saat pantai benar-benar sudah di depan mata, ternyata ada satu lagi pemandangan yang menggiurkan. Sebuah kedai es kelapa berdiri tepat di mulut pantai. Sungguh menggoda. Godaan ini rasanya tak mungkin dilewatkan.
SINDO yang diundang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangka dalam kegiatan Press Tour ke Kabupaten Bangka pun mampir sebentar di kedai tersebut, membeli kelapa lengkap dengan batoknya seharga Rp5.000, dan langsung menghambur ke pantai untuk kemudian duduk di atas batu alam berukuran sedang yang bercokol tepat di tepi pantai.
SINDO mulai meluruskan kaki, menyeruput es kelapa muda langsung dari batoknya, sambil memandang hamparan air laut yang biru kehijau-hijauan. Hampir tak ada pengunjung di sore itu. Sungguh nyaman, tenang, dan damai. Selesai melakukan "pemanasan", SINDO pun mulai menjelajah area pantai. SINDO memilih berkeliling ke sebelah kiri pantai.
Penjelajahan beberapa meter mengantarkan kaki ini pada sebuah kumpulan batu granit berukuran besar dan raksasa yang rasanya memanggil-manggil untuk disinggahi. Dengan berjalan dan memanjat di antara batu-batu, juga jembatan mini dari batang bambu, sampailah SINDO di atas kumpulan batu-batu tersebut.
Sontak, di atas tempat tinggi ini, pemandangan Pantai Penyusuk, pohon-pohon hijau, laut, juga matahari yang siap beranjak turun, semakin jelas terlihat. Berlama-lama di atas batu granit raksasa yang hangat tersebut adalah imbalan terbaik yang bisa kita dapat di pantai ini.
Menurut Ketua Karang Taruna Bukit Penyusuk Suhardi, batu granit terbesar, yang memiliki cekungan di sana-sini, tadinya berbentuk ceper. Karena bentuknya yang strategis, batu ini dulunya sering dipakai untuk menjemur udang untuk membuat terasi. Karena itulah batu ini sering disebut warga sekitar sebagai batu belacan atau batu terasi.
"Tapi gara-gara itu juga batunya jadi cekung-cekung seperti ini. Sekarang sudah tidak dipakai untuk menjemur lagi," ujar Suhardi. Di atas batu belacan pula, kita bisa melihat beberapa pulau kecil di tengah laut. Dalam jarak sekitar 650 meter dari pantai, ada Pulau Putri dan Pulau Lampu. Disebut Pulau Lampu karena di pulau ini terdapat mercusuar.
Jika ingin ke dua pulau tersebut, kita harus menaiki perahu dengan ongkos menyeberang Rp10.000, pergi-pulang. Di pulau itu pula, pengunjung bisa melihat penyu-penyu yang bertelur. Sayangnya, seperti kebanyakan pantai di daerah terpencil, Pantai Penyusuk belum dikelola dengan baik.
Tak ada fasilitas penginapan, restoran yang memadai, juga tempat pembelian suvenir yang biasanya ada di tempat wisata terpadu. "Warung makan sebenarnya ada tapi hanya buka hari Minggu. Sedangkan untuk penginapan atau restoran memang belum. Baru rencana saja. Sebenarnya sudah banyak investor yang tertarik tapi terbentur masalah listrik karena di sini tidak dapat listrik dari PLN," jelas Suhardi sendu.
0 komentar:
Posting Komentar